Terdapat banyak pendekatan untuk mencari harga wajar saham. Mulai dari pendekatan P/E ratio, PBV, discounted cash flow, dll.
Setelah menggunakan berbagai pendekatan, saya merasa kurang pas karena kebanyakan masih berdasarkan asumsi dan saya akan mengalami kerugian jika harga sahamnya justru turun terlalu lama sehingga menimbulkan opportunity cost. Cutloss pun dirasa kurang bijak karena dapat mengurangi capital saya.
Saya mencari pendekatan perhitungan harga wajar yang lebih pasti bisa menentukan kapan harus mulai beli saham dan kapan harus mulai jual.
Opportunity Cost dalam Saham
Saat kita membeli saham khususnya yang undervalue, seringkali harga sahamnya justru turun atau mengalami sideway (tidak naik/tidak turun) yang terlalu lama. Bisa sampai tahunan. Itu menimbulkan opportunity cost.
Jadi misalnya kita beli saham sideway selama 5 tahun dengan inflasi sebesar 2%. Maka di tahun ke-5 kita butuh return minimal sekitar 10,4% hanya untuk menutupi inflasi tadi. Dan karena kita tidak punya patokan harga wajar yang pasti, maka di tahun ke-5 kita mungkin akan langsung jual dengan return kecil (misal 3%) atau bahkan hanya impas karena takut harga sahamnya turun lagi. Jadi pada dasarnya kita merugi.
Solusi Mengatasi Opportunity Cost
Kita bisa menutupi opportunity cost tadi dengan investasi saham yang membagikan dividen dengan yield setidaknya bisa menutupi inflasi. Saya biasa gunakan dividend yield 3%, sehingga harga wajar saham bagi saya adalah ketika dividend yield tepat berada di 3%.
Dengan dividen, inflasi tadi yang sebesar 2% bisa ditutupi oleh dividen. Bahkan dividend yieldnya tiap tahun meningkat ketika harga sahamnya cenderung turun atau kinerja perusahaannya meningkat. Jadi kita bisa averaging down untuk memperoleh dividen lebih banyak lagi.
Anggap saja investasi sideway kita tadi benar-benar tidak bergerak harga sahamnya dengan inflasi 2% dan dividend yield 3% dengan asumsi kinerja dan dividennya konstan selama 5 tahun.
Jika kita gunakan dividen tersebut untuk beli saham yang sama kembali, maka kita akan dapat return sebesar mendekati 16%. Itu berarti bahkan jika di tahun ke-5 kita jual sahamnya di titik impas, kita sudah mendapatkan untung melampaui inflasi 2% dengan return bersih sekitar 5,5%.
Yup return bersih 5,5% dalam 5 tahun tentu kecil. Akan jauh lebih baik lagi jika kinerjanya meningkat atau harga sahamnya turun lebih dalam lagi, yang mana secara realita ini sering terjadi.